Rabu, 10 November 2010

KEKUASAAN YUDIKATIF DI INDONESIA


Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya 3 badang yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.

Mahkamah Agung, sesuai Pasal 24 A UUD 1945, memiliki kewenangan mengadili kasus hukum pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.

Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945, berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku hakim.

Mahkamah Agung

Sebagai sebuah lembaga yudikatif, Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah :
1. Fungsi Peradilan
• membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali
• memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI
• hak uji materiil, yaitu menguji/menilai peraturan perundangan di bawah undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi
2. Fungsi Pengawasan
• pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan
• pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan.
• pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung nomor 14 tahun 1985).
3. Fungsi Mengatur
• mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung
4. Fungsi Nasehat
• memberikan nasehat/pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain
• memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi
5. Fungsi Administratif
• mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999.
• mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan

Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara.

Mahkamah Agung memiliki 11 orang pimpinan yang masing-masing memegang tugas tertentu. Daftar tugas pimpinan tersebut tergambar melalui jabatan yang diembannya, yaitu :
• ketua
• wakil ketua bidang yudisial
• wakil ketua bidang non yudisial
• ketua muda urusan lingkungan peradilan militer/TNI
• ketua muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara
• ketua muda pidana mahkamah agung RI
• ketua muda pembinaan mahkamah agung RI
• ketua muda perdata niaga mahkamah agung RI
• ketua muda pidana khusus mahkamah agung RI
• ketua muda perdata mahkamah agung RI
Selain para pimpinan, kini Mahkamah Agung memiliki 37 orang Hakim Agung. Ketua MA dipilih oleh para hakim agung dan hakim agung ini diusulkan oleh KY kepada DPR untuk disetujui dan disahkan presiden. Ketuanya sejak
15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa. Hakim Agung dipilih dari hakim karier dan Non karier, profesional atau akademisi



Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir atas pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden/Wapres diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penkhianatan terhadap negara, koruspsi, tindak penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan tercela. Atau, seputar Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk melanjutkan jabatannya.

Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan Wakil Ketua menjabat selama 3 tahun.

Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para hakim tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.

Hingga kini, beberapa perkara telah diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang bersangkutan dengan hasil pemilu seperti Permohonan Keberatan terhadap Penetapan Perhitungan Suara Hasil Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun 2008.

Komisi Yudisial

Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen dan relatif baru. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif oleh sebab ia bertugas menseleksi calon-calon hakim. Peraturan mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Dalam melakukan tugasnya, Komisi Yudisial bekerja :
a. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c. menetapkan calon Hakim Agung, dan
d. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Di sisi lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat dapat pula mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial.

Dalam melakukan pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik. Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui
DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
Perbandingan Kewenangan Lembaga Yudikatif Di Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
Dalam sistem Trias Politika dikenal istilah pembagian kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Istilah pembagian kekuasaan ini, tidak sepenuhnya diadopsi oleh Indonesia, melainkan digunakan istilah pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan tugas dan wewenang di masing – masing lembaga.
Dalam perkembangannya, ketiga lembaga tersebut memiliki catatan tersendiri. Hal ini juga dikarenakan adanya perubahan sistem pemerintahan yang terjadi dalam kurun waktu 64 tahun sejak Indonesia merdeka. Masing – masing lembaga tersebut pernah mengalami perubahan, baik dalam hal kedudukan maupun tugas dan kewenangan.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah adanya perubahan dalam konstitusi atau UUD yang kita gunakan. Perubahan tersebut sangat mempengaruhi sistem pemerintahan seperti yang telah dikemukakan di atas. Hal yang paling dapat kita amati adalah bagaimana perubahan yang sangat signifikan terjadi setelah lengsernya era orde baru dan dilakukannya amandemen terhadap UUD kita. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan kita, terutama yang menyangkut kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi negara.
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan dari segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki kewenangan tersendiri. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat suatu perbandingan antara kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum dan sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dikenal beberapa istilah kelembagaan yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bahkan, dulu sebelum adanya amandemen UUD dikenal pula istilah lembaga tertingi negara dan lembaga tinggi negara. Semua lembaga tersebut memiliki tugas dan wewenang masing – masing yang diatur dalam konstitusi kita yaitu UUD 1945.
Seperti telah dikemukakan di atas, sebelum adanya amandemen UUD 1945, sistem kelembagaan ketatanegaraan kita mengenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan yang termasuk sebagai lembaga tinggi negara adalah :
1. Presiden
2. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
5. Mahkamah Agung (MA)
Berdasarkan kedudukan lembaga tersebut, maka Mahkamah Agung sebagai satu – satunya lembaga tinggi yudikatif, termasuk dalam lembaga tinggi negara.

Sebagai lembaga tinggi negara, tugas dan kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 UUD 1945. Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu MA bertugas mengawasi kegiatan – kegiatan lembaga peradilan lain yang berada di bawahnya. Tugas MA tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menetukan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain – lain badan kehakiman menurut undang – Undang.”
Mahkamah Agung dan badan – badan kehakiman lain bertugas menegakkan tertib hukum yang sudah digariskan oleh rakyat melalui wakil – wakilnya. Maka dalam menjalankan tugasnya, lembaga – lembga tersebut bebas dari pengaruh lembaga – lembaga lain (termasuk pemerintah). Dibebaskannya lembaga – lembaga penegak hukum tersebut dari pengaruh lembaga atau kekuasaan lain adalah untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian diharapkan agar keputusan yang diambil melalui proses peradilan adalah keputusan yang adil bagi semua pihak.
2.2 Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sesudah adanya amandemen UUD 1945.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 terjadi banyak perubahan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Hal yang paling menonjol adalah dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 yang telah diamandemen adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
7. Mahkamah Konstitusi (MK)
8. Komisi Yudisial (KY)
Kedelapan lembaga negara tersebut merupakan lembaga negara yang kedudukannya sejajar satu sama lain. Dua lembaga yang baru dibentuk yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial merupakan lembaga yang masuk dalam lingkup lembaga yudikatif. Ini menandakan bahwa amandemen UUD 1945 memberikan pengaruh besar dalam sistem kelembagaan ketatanegaraan di Indonesia khususnya terhadap lembaga yudikatif. Selain itu, perubahan yang dimaksud dan diamanatkan oleh amandemen UUD 1945 juga terjadi pada kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Terkait dengan kewenangan lembaga tinggi negara khususnya lembaga yudikatif, ada beberapa perubahan pada kewenangan lembaga negara UUD 1945 yang telah di amandemen yaitu :

1. Mahkamah Agung (MA)
Menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen, Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini diimplementasikan dengan kewenangan untuk mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang. (Pasal 24 A ayat (1) Perubahan ke III UUD 1945). Selain itu, menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat beberapa badan peradilan yang berada dibawah lingkup Mahkamah Agung meliputi :
1. Peradilan umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

2. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang dibentuk setelah adanya amandemen UUD 1945. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). (Saiz, 2007) Tugas dan wewenang MK diatur dalam pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 yaitu :
a. Menguji UU terhadap UUD
b. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.
c. Memutus pembubaran partai politikmemutus sengketa hasil pemilu
d. Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh presiden dan / atau Wakil presiden menurut UUD
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.


3. Komisi Yudisial
Komisi yudisial yang lahir melalui amandemen ketiga UUD 1945 Pasal 24B, merupakan lembaga negara yang mandiri serta mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Walalupun komisi yudisial bukanlah penyelenggara kekuasaan kehakiman, namun KY memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari campur tangan penguasa.

Beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum Komisi Yudisial adalah :
1. Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang telah diamandemen :
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

2. Pasal 24B UUD 1945 :
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim

3. UU No. 4 Tahun 2004 :
Pasal 34 ayat (1) : Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi yudisial yang diatur dengan Undang – Undang.
Pasal 34 ayat (3) : Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Udang – Undang.

Berdasarkan dasar hukum tersebut, maka kewenangan Komisi Yudisial meliputi :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim.
3. Memberi penghargaan kepada hakim yang berprestasi


3 komentar:

  1. Terima kasih sudah memberikan informasi yang bermanfaat untuk tugas sekolah :)

    BalasHapus
  2. Terimakasih banyak. Semoga bisa membantu mendapatkan nilai ujian yang lebih baik, Amiin :)

    BalasHapus
  3. terima kasih kakak ini sangat membantu sekali

    BalasHapus